Ini nasib semua saham over value

Menurut Teori Dow, saham memiliki tiga fase. Yaitu fase akumulasi, fase partisipasi publik, dan fase distribusi.

Fase akumulasi ditandai oleh harga saham yang tidak banyak bergerak dan cenderung undervalue. Kadang tren naik namun sangat tipis. Umumnya disebabkan oleh saham tersebut belum dikenal banyak orang.

Bisa juga terlupakan dan “tenggelam” oleh saham lain yang sedang tren. Ini karena di BEI sudah terdapat lebih dari 800 emiten. Jadi tentu tidak mudah untuk fokus ke semua emiten tersebut.

Fase partisipasi publik ditandai dengan euforia pasar terhadap saham tersebut.

Fase ini bisa berlangsung selama beberapa bulan hingga beberapa tahun tergantung pada seberapa lama perusahaan bisa menjaga euforia atau kepercayaan pasar. Biasanya dengan pertumbuhan perusahaan yang konsisten. Bahkan ada yang sampai belasan tahun tetap bertahan seperti BBCA.

Saham hanya dianggap mengalami fase partisipasi publik jika kenaikan harga sahamnya lebih cepat dari kenaikan kinerjanya hingga saham tersebut menjadi overvalue.

Yup, BBCA masuk fase partisipasi publik selama belasan tahun dilihat dari harga saham yang terus naik (grafik atas) sementara PBV dan P/E Ratio (dua grafik bawah) juga naik sejak tahun 2004. Ini menunjukkan kenaikan harga sahamnya lebih cepat dari kenaikan ekuitas dan laba bersihnya.

Sekali kepercayaan investor hilang, saham tersebut langsung memasuki fase distribusi. Bisa karena kinerja yang turun atau kurang memuaskan. Seperti UNVR.

Sejak tahun 2018, kinerjanya turun, begitu pula harga sahamnya. Namun grafik PBV dan P/E Ratio juga ikut turun yang berarti penurunan harga sahamnya lebih cepat dibandingkan penurunan kinerjanya sehingga semakin murah.

Jika sudah turun, bagaimana nasibnya? Tentu akan kembali lagi ke fase awal yakni fase akumulasi. Fase ini dimulai ketika harga sahamnya mulai mendekati harga wajar dan kinerjanya sudah mampu mengejar harga sahamnya yang overvalue.

Seperti LPPF yang tampaknya sudah mulai naik seiring dengan kepercayaan investor yang balik lagi karena sentimen e-commerce belum mampu menyaingi ritel offline, pemulihan kinerja, dll.